KONTRADIKSI
ANTARA BAHASA BAKU DAN BAHASA SLANG
DALAM
KEHIDUPAN SEHARI – HARI
Satrya
Wiyono
1231013127
Jurusan
Ilmu Perpustakaan dan Informasi Islam ( IPII ) I - C
Institut
Agama Islam Negeri ( IAIN ) Tulungagung
ABSTRAK
Dalam
struktur Bahasa Indonesia terdapat sejumlah ragam bahasa untuk menunjukkan
variasi yang terdapat dalam pemakaian bahasa. Ragam bahasa dijadikan tolok ukur
perbandingan bagi pemakaian bahasa yang benar. Ragam bahasa sendiri terbagi
menjadi ragam bahasa baku dan tidak baku. Ragam bahasa baku merupakan ragam
bahasa yang mengikuti kaidah bahasa Indonesia yang menyangkut lafal, ejaan,
struktur kalimat, bentuk kata, maupun penggunaan bahasa. Seiring perkembangan
zaman, penerapan bahasa baku dalam kehidupan sehari – hari semakin terbatas
penggunaannya, karena adanya bahasa asing ( bahasa serapan ) dan bahasa slang (
bahasa gaul ) yang dianggap lebih modern, terutama di kalangan remaja.
Kata
kunci : ragam bahasa, baku, slang
PENDAHULUAN
Bahasa
Indonesia yang baku menunjukkan adanya keseragaman dimana memenuhi beberapa
kriteria ragam bahasa baku dan sesuai dengan Ejaan Yang Disempurnakan ( EYD ).
Proses pembauran kaidah gramatikal dapat diterapkan secara umum dengan adat
bahasa, yang seharusnya dilafalkan secara utuh tapi seringkali dijumpai tidak
dilafalkan sepenuhnya, seperti pada bahasa slang. Bahasa slang terbentuk
berdasarkan konvensi ( kesepakatan ) diantara pengguna bahasa dalam lingkungan
pergaulannya[1].
Unsur bahasa serapan dari bahasa asing dan bahasa slang sekarang banyak dituturkan
dalam praktik percakapan sehari – hari.
BAHASA
BAKU DAN BAHASA SLANG
Ragam
bahasa baku memiliki beberapa fungsi. Menurut Hasan Alwi ( 2011 : 15 ) menegaskan,
” bahasa baku mendukung empat fungsi, tiga diantaranya bersifat perlambang atau
simbolik, sedangkan yang satu lagi bersifat objektif : (1) fungsi pemersatu,
(2) fungsi pemberi kekhasan, (3) fungsi pembawa kewibawaan, dan (4) fungsi
sebagai kerangka acuan “. Bahasa Indonesia baku penggunannya semakin terbatas
seperti pada acara seminar, pidato resmi, wawancara resmi, pengantar pendidikan
formal, bahasa pembawa acara berita televisi dan radio, bahasa pelayanan publik
di instansi - instansi, dan sebagainya. Selain itu bahasa baku juga
diaplikasikan dalam penulisan surat kabar, karya ilmiah, buku pengantar pendidikan,
dan lain – lain. Saat ini, ragam bahasa tidak baku yang berkembang sangat pesat
yakni bahasa slang. Menurut Paltridge ( dalam Suhardianto, 2018 : 164 ), penggunaan
kata – kata bahasa slang tergantung pada konteks makna dan pada frasa. Hal ini diartikan
dalam bahasa slang terdapat beragam variasi seperti :
a).
Penggabungan singkatan huruf depan beberapa kata, contoh : GPL singkatan
dari tiga kata Gak Pakai Lama
b).
Penggabungan potongan dua kata, contoh : Mager dari dua kata Malas
Gerak
c).
Perubahan huruf pada kata, contoh : Santuy untuk kata Santai
d).
Penggunaan satu huruf untuk mewakili sebuah kata, contoh : Q untuk kata Aku
e).
Kata / frasa baru, contoh : Capcus untuk kata Cepat
SIMPULAN
Adanya
ragam bahasa meliputi bahasa baku, bahasa slang, serta bahasa serapan sejatinya
memperkaya kosakata bahasa Indonesia, tetapi konteks penggunaannya bersifat
kondisional dan situasional. Di sisi lain kita harus waspada terhadap dampak
negatif yang mungkin akan timbul, seperti penggunaan bahasa slang yang terlalu
dominan lambat laun akan merusak tatanan bahasa baku. Sebagai warga negara yang
baik, sudah sepatutnya kita berbahasa Indonesia yang baik dan benar, sebab
bahasa Indonesia merupakan salah satu identitas dan jati diri bangsa Indonesia
di mata dunia.
DAFTAR PUSTAKA
Alwi,
Hasan. 2011. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta : Pusat Bahasa
dan Balai Pustaka
Utami, Dwi Sri.
2015. Penggunaan Bahasa Slang di Kalangan Remaja. Diakses pada 1
Desember 2019 melalui https://www.kompasiana.com
Suhardianto. 2018. Dalam Jurnal Berjudul Penggunaan
Bahasa Slang Remaja Dari Masa Ke Masa di Batam. SNISTEK ( 1 ) : 163 - 168
Paltridge, B. 2006. Discourse ( second edition). London
: MPG Ltd.
Komentar
Posting Komentar